MP Jakarta - Menteri PPPA, Arifah Fauzi, mendorong keterwakilan pemimpin perempuan di sektor publik. Ia menekankan pentingnya kepemimpinan perempuan dalam jabatan strategis di sektor publik untuk mewujudkan kesetaraan gender.
Dalam kesempatannya ia mengatakan, aturan 30 persen minimum keterwakilan perempuan di parlemen sudah ada. Selanjutnya, pihaknya mendorong agar perwakilan perempuan pada Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di level pemerintahan juga perlu diupayakan.
“Perempuan banyak menghadapi tantangan, mulai dari diskriminasi, marginalisasi, hingga stereotip di masyarakat. Tantangan-tantangan ini menjadi penghalang bagi perempuan untuk meraih kesempatan setara di berbagai bidang, termasuk kepemimpinan di sektor publik,” ujarnya, dilansir dari laman RRI, Jumat (6/12/24).
Menurut dia, beberapa langkah strategis yang telah ditempuh pemerintah untuk meningkatkan keterwakilan perempuan. Termasuk melalui regulasi yang mengamanatkan minimal 30 persen keterwakilan perempuan di dalam parlemen.
Ia mengatakan sayangnya target 30 persen ini belum sepenuhnya tercapai, baik di parlemen maupun sektor publik. Di parlemen saat ini jumlah keterwakilan perempuan baru mencapai 22,5 persen.
“Meski (22,5 persen) masih berada di bawah target minimal 30 persen, namun capaian ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah Pemilu pasca reformasi. Sedangkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) 2023 menunjukkan, perempuan yang menduduki JPT Madya hanya 17,8 persen,” jelasnya.
Mendukung hal tersebut, Menteri PAN RB, Rini Widyantini, menyampaikan kerja bersama perlu dilakukan oleh kementerian/lembaga. Tentunya dalam mewujudkan lingkungan kerja yang lebih inklusif melalui formulasi kebijakan, hingga pengawasan.
Berdasarkan data, ia menyebut terdapat 4,7 juta ASN, dimana 57 persen adalah perempuan. Meski jumlah ASN perempuan mendominasi, tapi representasi mereka di JPT atau struktural relatif lebih rendah dari laki-laki.
“Hal ini bukan semata-mata karena kurangnya kualifikasi, jadi memang dalam masa karier perempuan ini agak terhenti untuk hamil, melahirkan, dan melaksanakan hal lainnya. Padahal ada beberapa riset yang menunjukan sebetulnya kepemimpinan perempuan itu mempunyai korelasi yang baik bagi performa organisasi,” jelasnya. (*)