MP Lampung - Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Pringsewu, Waskito Joko Suryanto, pada Rabu (18/12/2024).
Sidang tersebut beragendakan pembacaan nota pembelaan (pledoi) oleh kuasa hukum terdakwa, Bambang Joko.
Dalam pledoinya, Bambang Joko menegaskan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menggunakan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tidak tepat.
"Ini adalah kewenangan administratif yang sudah diatur dalam undang-undang. Seharusnya ini menjadi ranah administratif karena kerangka hukum tersebut memiliki masa kadaluarsa lima tahun," kata Bambang saat diwawancarai.
Bambang menambahkan, tindakan yang dilakukan Waskito merupakan bagian dari pelaksanaan kewenangan dalam pengelolaan otonomi daerah.
Selain itu MOU antara Kemendagri dengan Kejagung RI dan Kapolri Tahun 2023, bahwa Pihak Kedua (Kejaksaan) dan/ atau Pihak Ketiga (Polri), apabila memperoleh laporan atau pengaduan tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terindikasi Tipikor, harus menyampaikan kepada Pihak Pertama (Pemda), selanjutnya Pemda melalui APIP melakukan investigasi. Hasil investigasi apabila ada kesalahan administrasi dan menimbulkan kerugian negara diberikan waktu selama 60 hari untuk menyetor kekas negara/daerah. Apabila tidak ditindak lanjuti oleh terduga koruptor, maka dilanjutkan oleh APH.
Oleh karena itu, pihaknya meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa.
Tuntutan JPU dan Dakwaan
Waskito didakwa menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kepala Bapenda dengan menetapkan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) waris di bawah nilai pasar.
Ia menetapkan pajak atas tanah milik Soemarwoto (alm.) di Pekon Wates Timur hanya Rp1.000.000 per meter serta memberikan potongan BPHTB sebesar 40%. Tindakan ini dinilai jaksa tidak sesuai dengan ketentuan dan merugikan negara sebesar Rp576.400.000.
JPU mendakwa Waskito telah memperkaya diri sendiri atau pihak lain, sehingga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pendapat Saksi Ahli
Pada sidang sebelumnya, dua ahli dihadirkan oleh kuasa hukum terdakwa, yakni Prof. Dr. Dadang Suwanda, ahli keuangan negara dari IPDN, dan Prof. Dr. Mompang Panggabean, ahli hukum pidana dari UKI.
Prof. Dadang menegaskan bahwa hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan untuk menyatakan kerugian negara secara resmi, sementara lembaga lain seperti BPKP atau inspektorat hanya dapat memberikan dugaan.
Sementara itu, Prof. Mompang menjelaskan bahwa potongan BPHTB yang diberikan Waskito sesuai dengan Peraturan Bupati Pringsewu Nomor 16 Tahun 2022 Pasal 10, yang mengatur potongan sebesar 40% untuk tanah dengan luas lebih dari 1.000 meter. Dan dalam hal ini, tidak Ada Unsur Gratifikasi atau Penyalahgunaan Dana
Bambang menekankan bahwa tidak ada saksi yang dihadirkan oleh JPU yang menyatakan terdakwa menerima gratifikasi, suap, atau menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi.
"Semua pembayaran pajak dilakukan melalui Bank Lampung dan masuk ke kas daerah. Tidak ada aliran dana yang merugikan negara untuk kepentingan pribadi terdakwa," tutupnya. (***)